Creative Dibalik Booth Terbaik “Teras Betawi” di InaPrint 2013

Booth Teras BetawiTeknologi dalam industri digital printing – juga berbagai peralatan/mesin  pendukungnya- sudah begitu maju. Sehingga untuk membuat aplikasi apa saja hampir semuanya bisa dilakukan. Dari mencetak diberbagai media hingga menciptakan  bentuk-bentuk yang mungkin dulu susah di buat, sekarang dengan mudah bisa diaplikasikan.

Sayangnya kecanggihan teknologi ini sepertinya belum banyak masyarakat, khususnya orang-orang yang bekecimppung di dunia kreatif. Maka tidak heran, sering terjadi ketika seorang creative mempunyai ide-ide yang  “gila” tidak bisa dieksekusi dengan alasan teknologinya belun tersedia. Padahal bukannya tidak bisa dieksekusi, tetapi ketidaktahuannya akan teknologi tersebut.

Inilah tantangan para penjual mesin untuk bisa mengedukasi print service provider dan end user akan kemampuan produk mereka. Sementara tantangan para user sendiri bukan hanya mengerti menggunakan mesin tersebut, tetapi juga harus bisa menerjemahkan keinginan konsumennya, membuat produk yang diinginkannya dengan mesin-mesin yang ada.

Beberapa bulan lalu pada pameran Indonesia Print (InaPrint 2013) di Kemayoran, Jakarta   ada sebuah booth yang cukup menarik. Bentuknya sangat berbeda dengan booht exhibitor lain ; sebuah rumah tradisional Betawi.  Kelihatannya sangat sederhana dan klasik, tetapi sudah pasti ketika membuatnya, prosesnya  tidak sesederhana yang dibayangkan. Booth tersebut  adalah milik PT Sarana Grafika Utama, dan akhirnya memang, booth tersebut diganjar sebagai yang terbaik di ajang tersebut.

domo_1Ratkocodomo, Sang owner Sarana Grafika Utama bercerita.  Ide pembuatan booth tersebut terinspirasi oleh sebuah rumah tradisional betawi yang ada di Kawasan Kawasan Kwitang Jakarta Pusat.

“Ini merupakan satu-satunya rumah khas Betawi di daerah situ yang masih dipertahankan keasliannya oleh sang pemilik, Rumeli Moeshar,” ujar pria yang biasa dipanggil Domo saja.

Rumah adat betawi  ini  memiliki ciri khas yang unik, beberapa diantaranya antara lain memiliki teras rumah yang luas yang berguna jika pemilik rumah mengadakan acara di rumahnya, juga terdapat bale (bangku panjang yang terbuat daribambu), plus adanya pagar yang tingginya kira-kira 50 cm didepan teras rumah.

Menurut Domo, alasan memilih rumah adat betawi sebagai model booth-nya adalah selain karena bentuknya yang unik, juga untuk turut melestarikan budaya Jakarta. Budaya Betawi, terutama model rumahnya sudah sangat langka dan sulit ditemukan di tengah kota Jakarta yang giat membangun.  Orang-orang yang akan membangun rumah pun sudah tiak tertarik lagi menggunakan model jadul ini.

“Jadi katakanlah ini sebagai salah satu upaya saya untuk ikut melestarikan budaya Betawi yang terancam punah,” tandas Domo.

Namun bukan keunikan gaya rumah Betawi yan gakan dibahas lebih jauh di sini. Tetapi bagaimana Domo mengaplikasikan model rumah tersebut menjadi sebuauh booth yang menaik di atas area seluas 3 X 4 m2.

Sebenarnya Domo bisa saja membangunnya dengan bahan kayu  dan bambu sebagaimana membuat rumah aslinya. Tinggal meminta tukan kay untuk membuatnya. Tetapi itu tidak dilakukan. Pertama, karena selain tidak efektif dan mahal, pembuaatannya tentu memakan waktu yang lama. Kedua, karena pembuatan booth tersebut bukan semata untuk menunjukkan keunikan sebuah bangunan, tetapi lebih bagaimana menciptakan karya menarik dengan menggunakan teknologi  yang ada di industri printing ini.

Kita lihat sekarang. Bahan yang digunakan semuanya mengguakan corrugated board (Kertas kardus). Menurut Domo, untuk membuat “Teras Betawi” ini ia menggunakan sekitar 70 lembar kertas kardus. Sementara untuk memotongnya menjadi bagian-bagian kecil, seperti membentuk dinding, pagar, rak ataupun meja digunakanlah mesin digital cutting. Tidak banyak material dan mesin yang terlibat dalam pembuatan booth tersebut.

Dengan bantuan  mesin potong digital ini proses pembuatannya juga sangat mudah. Mesin akan memotong bagaian-bagian rumah dengan sangat presisi dan cepat. Ini akan memudahkan ketika memasangnnya. Karena sudah bisa dihitung dari awalnya, penggunakan berapa banyak corrugated board juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga tidak ada yang terbuang percuma.

Tetapi bukan bagian tersebut yang sebenarnya sulit untuk dilakukan. Yang sulit adalah ketika menerjemahkan ide yang tadinya abstrak menjadi sebuah bentuk yang terukur dan akhirnya mengeksekusinya menjadi bentuk jadi.

Untuk menerjemahkan idenya “teras betawi-” ini, Domo meminta bantuan Globe Media Creative yang ada di Kemang, Jakarta Selatan. Untuk urusan begini Globe menang jagonya. Karya-karya kreatifnya sudah tidak terhitung. Perusahaan-perusahaan besar telah mempercayakannya produknya dibuat oeh Globe.   Setelah berdiskusi intens dengan sang bos Globe, Stefanus, ide pembuatan rumah Betawi ini kemudian bisa diwujudkan.